Reuters/Kacper Pempel/vg
Sabtu, 7 Desember 2013 WIB
Edwardchristhoper.blogspot.com - Jakarta: Indonesia
membutuhkan undang-undang perlindungan data internet untuk melindungi
data-data masyarakat terhadap tindakan penyadapan ilegal.
"Indonesia seharunya mempunyai undang-undang perlindungan data pribadi
seperti di Eropa atau undang-undang anti-pelacakan," kata Ketua
Indonesia Online Advocacy, Margiyono, dalam diskusi bertajuk Seberapa
Aman Internet Kita?
Selain Margiyono, diskusi itu juga dihadiri Direktur Eksekutif ICT
Watch, Donny BU, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika bidang
Media Massa Henry Subiakto, dan Ketua Standup Indonesia Sammy.
Margiyono mengatakan jaringan internet sejak ditemukannya memang sudah
tidak aman dari penyadapan dan setiap pengiriman data seperti surat
elektronik harus disertai enkripsi.
"Masalahnya, Indonesia tidak mempunyai teknologi enkripsi yang benar-benar aman," kata Megi, sapaan Margiyono.
Megi mengatakan Kementerian Pemberdayaan Apartatur Negara telah mulai
mengkaji undang-undang perlindungan data pribadi aparatur negara sejak
2007.
"Namun hingga saat ini tidak ada kelanjutan terhadap kajian undang-undang itu," kata Megi.
Sementara upaya penyadapan atau pelacakan data internet, lanjut Megi,
tidak hanya dilakukan oleh negara melalui perangkat lunak khusus tapi
juga oleh pihak swasta yaitu perusahaan-perusahaan periklanan dan
hubungan masyarakat.
Ketika masyarakat sipil penggiat keamanan dan keterbukaan informasi di
internet prihatin terhadap kemungkinan penyadapan, Pemerintah Indonesia
justru telah menggunakan salah satu piranti lunak penyadap buatan
Inggris.
"Kementerian Pertahanan telah membeli perangkat lunak Finfisher pada
September lalu yang disebut untuk mencegah potensi gangguan keamanan
nasional terutama terorisme," kata Megi.
Megi menjelaskan piranti lunak Finfisher itu mampu mengubah kamera di
laptop ataupun ponsel pintar menjadi kamera pengintai atau close circuit
television (CCTV) dan microphone di laptop dan ponsel pintar menjadi
alat perekam suara untuk kepentingan penyadapan.
Payung hukum tentang perlindungan data masyarakat Indonesia di internet,
menurut Megi, tetap dibutuhkan, meski hukum pada prinsipnya tidak
mengatur teknologi.
"Karena tidak mungkin hukum mengatur teknologi. Hukum itu mengatur
perilaku manusia, sedangkan teknologi berkembang dengan cepat," kata
Megi.
Di sisi lain, Donny BU mengatakan para pengguna internet di Indonesia
belum sepenuhnya sadar tentang data-data yang mereka unggah ke internet.
"Mengapa harus meminta pemerintah untuk membuat undang-undang
perlindungan data selama masyarakat sendiri tidak sadar perilkau mereka
seperti di Twitter dan Facebook," kata Donny.
Donny mengatakan payung hukum perlindungan data dibutuhkan karena penggunaan Internet sebagai bagian dari hak asasi manusia.
"Penggunaan internet dapat memunculkan pengawasan dan penyadapan karena
tata kelola internet sangat mungkin disalahgunakan oleh negara dan
mencederai HAM," kata Donny.
Untuk itu, lanjut Donny, pengaturan Internet terkait situs-situs apa
saja yang dapat diakses dan tidak diakses publik harus disusun bersama
baik oleh pemerintah, swasta, serta masyarakat sipil.
"Sebenarnya masyarakat dapat mendesak pemerintah untuk memberikan
jaminan hak privasi jika ada tuntutan seperti mempertanyakan di mana
data-data E-KTP itu disimpan, oleh siapa, dan dalam bentuk apa?" kata
Donny.
Data-data yang tersimpan dalam E-KTP, menurut Donny, merupakan data
khusus berupa data biometrik mencakup retina dan sidik jari sehingga
dapat diketahui hingga riwayat penyakit seseorang.
Donny menambahkan pada Januari 2013 sejumlah penyedia layanan internet
telah terdekteksi mempunyai piranti lunak penyadap yaitu Blue Coat, tapi
para penyedia layanan itu justru menyangkal.
Sementara itu, Henry Subiakto mengatakan pemerintah telah mengatur
tentang jaminan kerahasiaan pengguna layanan telekomunikasi dalam Pasal
42 Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
"Jika ada operator yang sengaja atau membiarkan rahasia pelanggan terbuka maka dapat disangkakan pasal 42 itu," kata Henry.
Pemerintah Indonesia, lanjut Henry, telah merancang Peraturan Pemerintah (PP) tentang penyadapan sejak sebelum reformasi.
"Namun ketika ada judicial review, PP itu tidak jadi keluar dan menunggu
adanya undang-undang terkait penyadapan itu," kata Henry.
Henry mengatakan Peraturan Pemerintah tentang penyadapan akan mengatur
bagaimana sebuah lembaga melakukan penyadapan karena selama ini belum
ada aturan khusus tentang tata cara itu.
Ketika memang Indonesia belum mempunyai aturan perundang-undangan
tentang perlindungan data warga negaranya di Internet, Megi menyebut
sejumlah tindakan untuk mengurangi kemungkinan data-data para pengguna
internet tersadap.
"Pertama dengan meng-enkripsi pesan seperti surat elektronik. Kemudian
mengatur model anonim ketika berselancar atau melakukan pencarian di
internet," kata Megi.
Tindakan lain untuk mengurangi penyadapan, lanjut Megi, yaitu mengatur
ponsel pintar agar tidak memberikan data lokasi, pelacakan email, pesan
singkat, ataupun situs-situs yang telah dibuka kepada aplikasi-aplikasi
yang meminta data itu. (Ant)
Editor: Asnawi Khaddaf
Sumber : http://www.metrotvnews.com
Saturday, December 7, 2013
Indonesia Butuh Undang-Undang Perlindungan Data Internet
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment